Skip to main content

BERMAKMUM DENGAN ORANG YANG BUKAN MADZHABNYA

BERMAKMUM DENGAN ORANG YANG BUKAN MADZHABNYA
Oleh Kholil Misbach, Lc

Bolehkah seseorang bermakmum dengan orang yang bukan madzhabnya? Seperti seorang Syafii bermakmum dengan orang yang bermadzhab Maliki, atau Hambali ataupun Hanafi dan sebaliknya.

Dalam masalah ini para ulama fikih berbeda pendapat.

Dalam Madzhab Syafii yang paling ashah –paling kuat- sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Majmu' kar ya imam Nawawi bahwa seorang makmum apabila mengetahui bahwa imam meninggalkan hal-hal yang dianggap makmum sebagai syarat sahnya shalat maka tidak sah bagi makmum untuk mengikutinya, jika ia tidak mengetahui atau ragu apakah imam meninggalkan syarat sahnya shalat tersebut maka ia sah bermakmum dengannya.

Ada juga ulama madzhab Syafii yang memperbolehkan bermakmum dengan imam madzhab lain walaupun menurut makmum membatalkan shalat. Pendapat ini diusung oleh Muhammad bin Al Qaffal karena menganggap yang dijadikan patokan adalah keyakinan imam bukan keyakinan makmum.

Contoh kasus jikalau seorang syafii melihat imam dari madzhab hanafi telah menyentuh perempuan atau meninggalkan thomakninah dalam shalat maka menurut pendapat jumhur syafii tidak sah berjamaah dengannya. Adapun menurut imam Muhammad bin al Qaffal maka boleh mengikutinya.

Begitu juga jikalau seorang Syafii melihat imamnya yang bermadzhab Maliki telah berwudlu dengan air bekas untuk wudu atau mandi atau disebut dengan air mesta'mal maka menurut jumhur madzhab Syafii tidak sah jika ia bermakmum dengannya adapun menurut Al Qaffal hal itu sah-sah saja asal si imam yakin bahwa perbuatannya itu benar menurut madzhabnya.



Menurut madzhab Hanafi

Yang paling kuat dalam madzhab Hanafi bahwa jika seorang Hanafi melihat dari imam yang bermadzhab Syafii misalnya telah meninggalkan syarat atau rukun shalat menurut madzhab Hanafi maka tidak sah ia bermakmum dengannya.
Berkata syekh Asy Syaranbalawi dalam menyarahi kitab Ad Dur mengatakan bermakmum dengan orang yang bukan madzhab jikalau ia menjaga syarat dan rukunnya shalat maka sah bermakmum dengannya, hukumnya makruh, jika imam tidak menjaga rukun dan syarat shalat maka tidak sah.

Ada juga ulama madzhab Hanafi seperti Abu Bakar ar Razi berpendapat akan bolehnya bermakmum dengan orang yang bukan madzhabnya, walaupun menurut sang makmum sang imam sudah batal dalam shalatnya, pendapat imam ar Razi ini juga didukung oleh Abdul Adzim bin Farukh.

Menurut madzhab Maliki

Dalam madzhab Maliki bahwa bermakmum dengan imam yang berbeda madzhab yang menurut makmum shalatnya tidak sah seperti meninggalkan menggosok dalam wudlu ataupun meninggalkan membasuh kepala semuanya maka ia boleh mengikutinya. Berkata syekh Kholil dalam kitabnya boleh mengikuti imam yang berbeda madzhab dalam hal furu' walaupun sang imam meninggalkan syarat sahnya shalat seperti berwudlu dengan membasuh sebagian kepala.


Menurut madzhab Hambali

Menurut madzhab Hambali boleh bermakmum dengan imam yang berbeda madzhab dalam hal furu'iah. Imam Ahmad menganggap bahwa orang yang berbekam wajib berwudlu, lalu dikatakan kepadanya jika imam hendak mengimami padahal ia habis berbekam dan tidak berwudlu lagi apakah kita shalat di belakangnya? Imam Ahmad mengatakan bagaimana kita tidak shalat di belakang Said ibnu al Musayyab dan imam Malik.

Itulah sebagian pendapat ulama tentang bermakmum kepada imam yang berlainan madzhab, penulis sendiri berpendapat bolehnya bermakmum dengan orang yang berlainan madzhab, karena semua madzhab tersebut mempunyai dalil-dalil yang kuat dari Al Quran dan sunnah, alangkah baiknya kita mengatakan seperti perkataan imam Ahmad, bagaimana kita tidak shalat dengan imam Malik, Said ibnu Musayyab.

Cabang dari masalah ini bisa kita terapkan dalam hal Qunut dalam shalat dan lain sebagainya, Wallahu A'lam.

Comments

Popular posts from this blog

APAKAH TELUR NAJIS

Apakah Telur Najis oleh: Kholil Misbach, Lc Ada pertanyaan dari kawan tentang kenajisan telur hal itu dari artikel yang ia baca dalam sebuah postingan blog, dalam postingan tersebut menyatakan bahwa telur adalah najis karena keluar dari dubur ayam sehingga bercampur dengan kotoran ayam yang najis, barang yang kena najis adalah najis pula maka wajib membasuh telur sebelum digunakan. Aku ingin berusaha menjawab pertanyaan tersebut secara fikih dengan menyebutkan dalil-dalil semampunya. Menurut imam Nawawi dalam Kitabnya Al Majmu' Sebagai berikut: ( فرع) البيض من مأكول اللحم طاهر بالاجماع ومن غيره فيه وجهان كمنيه الاصح الطهارة (Cabang) Telur dari binatang yang dimakan dagingnya adalah suci secara ijmak. Adapun telur yang keluar dari binatang yang tidak dimakan dagingnya ada dua pendapat sebagaimana khilaf dalam maninya, yang paling shahih adalah suci. Keterangan: Jadi telur binatang yang halal dimakan seperti ayam, bebek, angsa, burung dsb adalah suci dan tidak najis. Berbeda dengan t

Terjemah kitab Fathul Wahhab karya Abu Zakaria Al Anshori

 Kitab Ath Thaharah (Bersuci) Kitab secara bahasa adalah menggabungkan dan mengumpulkan, secara istilah adalah nama dari  berbagai kumpulan khusus dari ilmu yang terdiri dari beberapa bab dan pasal biasanya. Thaharah secara bahasa adalah النظافة والخلوص من الادناس  Bersih dan terbebas dari kotoran-kotoran. adapun menurut Syariat thaharah adalah رفع حدث او ازالة نجس او ما في معناهما وعلى صورتهما "Mengangkat hadats atau menghilangkan najis atau sesuai makna keduanya atau sesuai gambarannya seperti tayammum dan mandi-mandi sunnah, tajdidul wudlu (memperbarui wudlu) dan basuhan kedua dan ketiga, semuanya termasuk macam-macam bersuci. (Bersambung)

VATIKANPUN AKAN MENJADI MILIK UMAT ISLAM

oleh: Kholil Misbach, Lc Romawi pada masa terdahulu merupakan negara adidaya yang sangat kuat dan kaya, saking besarnya kekuatan Romawi ini sampai ada surat yang menceritakan kisahnya yaitu surat Ar Rum yang berarti bangsa Romawi, walaupun besar, kuat dan adidaya karena tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya Muhammad saw maka negeri inipun akan hancur dan ditaklukkan oleh kaum muslimin. semoga Allah menjadikan kita sebagai penakluknya.  Sebuah berita bahagia bagi kaum muslimin bahwa vatikanpun kelak akan menjadi milik kaum muslimin, dalam sebuah riwayat:  Beliau bersabda “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”  [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]. Dari Abu Qubail berkata: Saat kita sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya: Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu ; Konstantinopel atau Rumiyah?  Abdullah mem