oleh: Kholil Misbach
Pendahuluan
“Seindah-indah orang pacaran tak seindah orang yang menikah” (Mario Teguh)
Berpasang-pasangan merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari untuk keberlangsungan kehidupan, hal ini telah menjadikan ketentuan Allah SWT yang sekaligus sebagai pembeda antara mereka dan sang Khalik. Pernikahan dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk melanjutkan kehidupannya. Untuk itu Allah menyematkan kepada manusia rasa ketertarikan kepada lawan jenisnya yang tidak Ia karuniakan kepada salah satu makhluknya yaitu malaikat.
Posisi institusi nikah dalam kehidupan adalah untuk melestarikan kesempurnaan kehidupan yang telah Allah bangun, kesempurnaan itu adalah keteraturan kehidupan yang merupakan ketetapan-Nya. Keteraturan ini tidak jadi tanpa ada ketundukan dari khitab keteraturan yaitu manusia. Karenanya pernikahan adalah agar pelakunya menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Makalah ini membahas anjuran nikah dan hikmahnya dalam perspektif hadits. Karena keterbatasan referensi penulis kami hanya membatasi pembahasan satu hadits yang sangat masyhur tentang anjuran nikah, hikmahnya, periwayatan hadits, analisis hadits dan kami tutup dengan kesimpulan.
Hadits Anjuran menikah
- 4778حدثنا ( عمر بن حفص ) حدثنا
أبي حدثنا ( الأعمش ) قال حدثني ( إبراهيم ) عن ( علقمة ) قال كنت مع عبد الله فلقيه
عثمان بمنى فقال يا أبا عبد الرحمان لي إليك حاجة فخليا فقال عثمان هل لك يا أبا عبد
الرحمان في أن نزوجك بكرا تذكرك ما كنت تعهد فلما رأى عبد الله أن ليس له حاجة إلى هذا أشار إلي فقال يا علقمة
فانتهيت إليه وهو يقول أما لئن قلت ذالك لقد قال لنا النبي يا معشر الشباب من استطاع
منكم الباءة فليتزوج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له
وجاء صحيح البخاري
Artinya:”
menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh, menceritakan kepada kami ayahku,
menceritakan kepada kami al A’masy berkata: telah menceritakan kepadaku Ibrohim
dari AlQamah berkata aku bersama Abdullah bertemu Usman di Mina, lalu ia
berkata: Wahai Abu Abdurrahman? Aku punya perlu denganmu, lalu keduanya
menyepi.Usman berkata maukah wahai Abu Abdurrahman kami nikahkan kamu dengan
perawan yang diceritakan kepadamu, tidakkah engkau mengikat janji? Maka ketika
ia melihat Abdullah tidak mempunyai ketertarikan tentang keperluan itu, maka ia
berkata: Wahai Al Qomah, aku menolaknya. Lalu Alqamah berkata: Jika engkau
berkata demikian maka sungguh baginda nabi SAW bersabda: Wahai kaum muda, siapa
di antara kalian yang mampu berumah-tangga maka kawinlah. Dan siapa yang belum
mampu maka hendaklah berpuasa, karena yang demikian itu bisa menjadi
perisainya, (HR. Bukhari)
Perawi
Hadits
Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari Umar bin Hafsh, Umar meriwayatkan hadits dari ayahnya sendiri yaitu Hafsh bin Ghiyats, Hafsh meriwayatkan hadits dari Al A’masy yang nama lengkapnya adalah Sulaiman AlA’masy, Ia meriwayatkan dari Ibrohim an Nakha’I dari AlQamah bin Qais dari Abdullah bin Mas’ud dari Usman bin Affan dari baginda Nabi saw.
Hadits ini adalah hadits shahih karena ketersambungan perawi-perawinya yang adil dan kuat hapalannya dan termasuk hadits yang dimasukkan ke dalam shahih Bukhari dan Muslim dua kitab yang paling shahih setelah AlQur’an.
Analisis Hadits
Menelaah percakapan antara Sahabat Usman dan Abdullah bin Mas’ud di atas membahas tentang perjodohan. Sebelumnya terdapat pertemuan antara keduanya tentang pembicaraan serupa, maka pertemuan mereka kali ini adalah pertemuan lanjutan untuk meminta jawaban dari Abdullah bin Mas’ud. Melihat sahabatnya Abdullah bin Mas’ud memberi jawaban menolak maka Usman bin Affan meriwayatkan hadits kepada sahabatnya tersebut, harapannya adalah semoga ia bersemangat untuk menikah dan membina rumah tangga.
Sahabat Usman mengajak Abdullah ibnu Mas’ud menyendiri karena ia ingin membicarakan masalah perjodohan yang tidak ada urusannya dengan Alqamah maka setelah melihat Abdullah ibnu Mas’ud menolaknya, Usman lalu memanggil Alqamah untuk berada kembali dalam satu majlis.[1]
Makna Ba’ah, Shaum, dan Wija`
Para ulama berselisih mengenai makna Ba’ah akan tetapi yang paling shahih maknanya adalah bersetubuh karena mampu menanggung biaya pernikahan. Imam Ash Shan’ani mengatakan:
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي الْمُرَادِ
بِالْبَاءَةِ ، وَالْأَصَحُّ أَنَّ الْمُرَادَ بِهَا الْجِمَاعُ فَتَقْدِيرُهُ مَنْ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْجِمَاعَ لِقُدْرَتِهِ عَلَى مُؤْنَةِ النِّكَاحِ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ الْجِمَاعَ
لِعَجْزِهِ عَنْ مُؤْنَتِهِ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ لِدَفْعِ شَهْوَتِهِ
Artinya: Para Ulama berselisih dalam memaknai Al Ba`ah, yang
paling shahih maknanya adalah bersetubuh, jadi maksud hadits di atas: Barang
siapa mampu di antara kalian bersetubuh karena mampu menanggung biaya nikah
maka hendaklah menikah. Dan barang siapa yang tidak mampu bersetubuh karena
tidak mampu menanggung biaya nikah maka hendaklah ia berpuasa untuk
mengendalikan nafsunya.[2]
Adapun makna Shaum adalah puasa secara umum yang akan bisa menahan
nafsu seseorang dari dorongan berzina.
Kenapa
puasa bisa mengendalikan hawa nafsu seseorang? Imam Ash Shan’ani mengatakan
dengan mengurangi makanan dan minuman nafsu bisa berkurang, dan karena puasa
ada rahasia ilahi yang diberikan Allah dalam ibadah puasa. [3]
Wija’ menurut imam Ash Shan’ani
artinya adalah kebir (alihsha`), karena puasa itu bisa mengurangi gelora
syahwat sebagaimana pengebiran.[4]
Hukum Nikah
Para Ulama membagi hokum nikah menjadi lima bagian yaitu mubah,
sunnah, wajib, makruh dan haram. Hal tersebut dilihat dari kondisi setiap
orangnya.
Nikah
hukumnya Wajib bagi orang yang mampu akan tetapi takut tidak bisa menahan
berbuat zina.
Adapun sunnah bagi orang yang mampu menikah, nafsunya juga
mendesak akan tetapi ia mampu
mengendalikannya untuk terjerumus dalam perbuatan zina.
Hokumnya
haram bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkan lahir dan batin kepada
isterinya serta nafsunya tidak mendesak.
Hukumnya makruh bila seseorang lemah syahwat dan tidak mampu
memberi belanja isterinya.
Hukumnya bisa mubah jika ia tidak terdesak oleh alasan-alasan yang
mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan kawin.
Hikmah Nikah
Hikmah-hikmah pernikahan ini sudah dijelaskan oleh AlQur`an dan
hadits Nabi saw, dengan mengetahui hikmah-hikmah tersebut akan mendorong
seseorang untuk berusaha untuk melaksanakan dengan benar dan penuh rasa sejuk,
serta ridlo apapun yang akan ia hadapi setelah itu.
Secara khusus hikmah pernikahan ini
diterangkan dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman:
“
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cendrung dan merasa tentram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [5]
Dalam hadits di atas juga disebutkan hikmah nikah yaitu bisa lebih
menjaga pandangan dan melindungi farji. Pandangan adalah celah iblis untuk
menggoda manusia, sedangkan farji itu anggota yang banyak menyeret orang masuk
ke neraka.
Perkembangan keluarga yang baik akan
membantu memperbesar dan menambah kekukuhan Islam dalam perubahan watak dan
pemikiran perkembangan Islam yang lebih kuat, dalam pernikahan dianjurkan sikap
jujur dan bertanggung jawab bagi kedua mempelai, dalam mendidik anak juga ada
aturan-aturan yang jelas dalam Islam sehingga si anak bisa tumbuh dan berkembak
baik fisik, moral dan psikis secara baik.
Beberapa kesimpulan nikah bisa kami
rangkum sebagai berikut:
1.
Nikah
adalah jalan yang alami dan baik untuk menyalurkan naluri seks manusia.
2.
Nikah
adalah sarana mempunyai anak-anak yang shaleh dan shalehah.
3.
Menumbuhkan
perasaan kasih sayang yang penuh cinta antara kedua pasangan dan antara kedua
orang tua dengan keturunannya.
4.
Adanya
tanggung jawab yang mengarah kepada rajin bekerja, bersungguh dan mencurahkan
perhatian.
5.
Adanya
pembagian tugas antara suami dan isteri sehingga bisa saling melengkapi.
6.
Nikah
bisa menyambung silaturrahmi dengan keluarga pasangan sehingga memperkuat
hubungan social di masyarakat.
KESIMPULAN
Islam memang agama yang sempurna yang Allah berikan
sebagai rahmat bagi semesta alam, semua ajarannya adalah baik, mudah, dan
mengandung hikmah yang tiada terhingga. Termasuk di dalamnya syariat menikah
yang bisa memupuk rasa kasih sayang sesame umat manusia ini.
Wallahu
A’lam Bish Shawab
[1] Syarah Sunan An Nasa`I jilid 4 halaman 459 versi Maktabah Syamilah
[2] Subulus Salam karya Imam Ash Shan’ani kitabun Nikah hal 109, Penerbit Dahlan Bandung Indonesia
[3] Item
[4] Item
[5] QS. Ar Rum 31
Comments
Post a Comment
Silahkan Komentar Yg Positif