Kholil Misbach
Suatu saat Rasulullah SAW menemui sahabat Sa’ad yang sedang berwudhu. Ia berwudhu dengan banyak menggunakan air. Melihat hal ini Rasulullah SAW menegurnya. “ Mengapa engkau berbuat boros, wahai Sa’ad?”
Sa’ad menjawab, “Apakah dalam air juga ada pemborosan?”
“Ya, walaupun engkau berada di sungai maupun lautan,” jawab Nabi SAW (HR Ahmad dan Ibn Majah dari hadis Ibnu Umar).
Rasulullah SAW melarang umatnya berbuat boros dalam segala hal, kendatipun itu untuk keperluan berwudhu. Meski, Rasulullah SAW tetap menyuruh umatnya untuk berwudhu secara sempurna.
Hal ini menunjukkan bahwa beliau sangat menganjurkan umatnya untuk efisien dalam hal apapun, “Sebaik baik perkara adalah pertengahannya,” begitulah sabda Nabi SAW yang telah menjadi teladan dan panutan bagi umatnya.
Hampir semua kebajikan berada di tengan dua perangkap setan, yaitu berlebihan dan kekurangan. Ini dapat dicontohkan dari sifat pemaaf, antara maaf dan pengecut; sifat dermawan; antara berlebihan dan kikir; dan efisiensi, antara boros dan kekurangan.
Sebuah perusahaan akan kolaps kalau tidak melakukan efisiensi penggunaan dana. Sebuah organisasi akan bubar kalau tidak memperhatikan efisiensi dalam pengaturan anggotanya. Begitu pula dengan pribadi manusia, ia akan merana dan tidak dapat berkembang kalau tidak menerapkan prinsip efisiensi dalam dirinya.
Karena efisiensi jelas akan menghemat segala sesuatu, sehingga dapat digunakan untuki kebaikan orang lain. Sisa dana hasil efisiensi akan termanfaatkan, karenanya tak ada penghamburan harta di atas penderitaan orang lain. Akhirnya, ia tidak kikir terhadap dirinya maupun orang lain.
Allah SWT memuji orang-orang yang tidak boros dan tidak kikir. “Dan orang-orang yang jika berinfak tidak boros dan tidak kikir, dan ia menempuh jalan di antara keduanya.” (QS Al Furqan[25]:67).
Dalam tafsir al-Qurthubi disebutkan bahwa An-Nahhas telah berkata, “Sebaik-baik penafsiran dalam ayat ini adalah barang siapa menggunakan hartanya tidak dalam ketaatan, maka termasuk berbuat boros (israf); dan barang siapa tidak menyumbang dalam ketaatan, maka ia termasuk berbuat kikir. Dan barangsiapa menggunakan hartanya untuk ketaatan itulah yang paling benar (qawam).” Dengan efisiensi di berbagai hal secara nasional, maka bangsa Indonesia akan mampu berdiri dengan kekuatan sendiri. Kalau dengan tenaga dan kekuatan sendiri saja sudah mampu dan kuat, mengapa harus menggantungkan diri pada bangsa lain?
Suatu saat Rasulullah SAW menemui sahabat Sa’ad yang sedang berwudhu. Ia berwudhu dengan banyak menggunakan air. Melihat hal ini Rasulullah SAW menegurnya. “ Mengapa engkau berbuat boros, wahai Sa’ad?”
Sa’ad menjawab, “Apakah dalam air juga ada pemborosan?”
“Ya, walaupun engkau berada di sungai maupun lautan,” jawab Nabi SAW (HR Ahmad dan Ibn Majah dari hadis Ibnu Umar).
Rasulullah SAW melarang umatnya berbuat boros dalam segala hal, kendatipun itu untuk keperluan berwudhu. Meski, Rasulullah SAW tetap menyuruh umatnya untuk berwudhu secara sempurna.
Hal ini menunjukkan bahwa beliau sangat menganjurkan umatnya untuk efisien dalam hal apapun, “Sebaik baik perkara adalah pertengahannya,” begitulah sabda Nabi SAW yang telah menjadi teladan dan panutan bagi umatnya.
Hampir semua kebajikan berada di tengan dua perangkap setan, yaitu berlebihan dan kekurangan. Ini dapat dicontohkan dari sifat pemaaf, antara maaf dan pengecut; sifat dermawan; antara berlebihan dan kikir; dan efisiensi, antara boros dan kekurangan.
Sebuah perusahaan akan kolaps kalau tidak melakukan efisiensi penggunaan dana. Sebuah organisasi akan bubar kalau tidak memperhatikan efisiensi dalam pengaturan anggotanya. Begitu pula dengan pribadi manusia, ia akan merana dan tidak dapat berkembang kalau tidak menerapkan prinsip efisiensi dalam dirinya.
Karena efisiensi jelas akan menghemat segala sesuatu, sehingga dapat digunakan untuki kebaikan orang lain. Sisa dana hasil efisiensi akan termanfaatkan, karenanya tak ada penghamburan harta di atas penderitaan orang lain. Akhirnya, ia tidak kikir terhadap dirinya maupun orang lain.
Allah SWT memuji orang-orang yang tidak boros dan tidak kikir. “Dan orang-orang yang jika berinfak tidak boros dan tidak kikir, dan ia menempuh jalan di antara keduanya.” (QS Al Furqan[25]:67).
Dalam tafsir al-Qurthubi disebutkan bahwa An-Nahhas telah berkata, “Sebaik-baik penafsiran dalam ayat ini adalah barang siapa menggunakan hartanya tidak dalam ketaatan, maka termasuk berbuat boros (israf); dan barang siapa tidak menyumbang dalam ketaatan, maka ia termasuk berbuat kikir. Dan barangsiapa menggunakan hartanya untuk ketaatan itulah yang paling benar (qawam).” Dengan efisiensi di berbagai hal secara nasional, maka bangsa Indonesia akan mampu berdiri dengan kekuatan sendiri. Kalau dengan tenaga dan kekuatan sendiri saja sudah mampu dan kuat, mengapa harus menggantungkan diri pada bangsa lain?
Comments
Post a Comment
Silahkan Komentar Yg Positif