Menuju kesatuan politik Luar Negeri
oleh: Kholil Misbach, Lc*
Pernahkah anda berpikir kenapa Negara kita tidak mengirim bantuan militer ke Palestina? Biar semua masalah Timur Tengah selesai? Atau kenapa Negara kita 'berhubungan mesra' de0ngan AS yang merupakan penyokong utama Israel? Dan banyak sekali pertanyaan yang sering berterbangan di benak kita.
Pertanyaan tersebut memang perlu kita cari jawabannya supaya semuanya tahu hakikat politik Luar Negeri Indonesia, sehingga tidak ada buruk sangka terhadap Negara sendiri.
Politik di semua Negara biasanya berdasarkan kepentingan Negara masing-masing, karena kepentingan itulah tidak pernah ada kawan selamanya maupun musuh selamanya dalam politik. Yang ada hanyalah menjadi kawan ketika ia dibutuhkan dan menjadi lawan ketika saling berseberangan kepentingan.
Tapi bukan politik gaya bebas seperti gaya Machiavelli pemilik buku the Princes abad ke-17 yang dianut oleh Indonesia, bukan pula gaya Napolion , Feurback dan Hegel abad ke-18, bukan juga gaya Jendral Clausewitz dan Lenin. Akan tetapi Indonesia menganut sebuah politik yang berdasarkan norma-norma mulia yang menjadi raison d' etre -nya. Untuk itulah Indonesia tidak akan pernah mendukung Israel bukan karena alasan ras maupun agamanya akan tetapi karena penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Indonesia juga menolak mengirimkan pasukan untuk bergabung dalam pasukan multi-nasional yang dipimpin AS ke Irak dan ke Afghanistan karena memang penjajahan tidak sesuai dengan cita-cita bangsa begitu juga karena Indonesia belum punya tradisi mengirimkan pasukan yang tidak berdasarkan atas keputusan DK PBB.
Adapun jika pengiriman pasukan itu bermisi sebagai Peace Keeping kemudian berdasarkan atas keputusan DK PBB maka Indonesia menyambut baik hal tersebut. Untuk itulah Indonesia mengirim pasukan Garuda ke Libanon bergabung dengan pasukn UNIFIL, ke Kongo, selain juga mengirim aparat kepolisian ke Darfur.
Landasan Politik Luar Negeri adalah Pembukaan UUD ’45, melaksanakan ketertiban dunia, berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dan anti penjajahan karena tidak sesuai dengan kemanusiaan dan keadilan.
Politik Luar Negeri Indonesia adalah bebas dan aktif. Bebas artinya Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Aktif maksudnya Indonesia dalam percaturan internasional tidak bersifat reaktif dan tidak menjadi obyek, tetapi berperan atas dasar cita-citanya
Kesatuan politik dan WANUS
Kenapa diperlukan kesatuan dalam politik luar negeri? Jendral Sudirman panglima TNI pertama di Republik Indonesia pernah mengatakan: Bahwa tidak akan ada kemenangan tanpa kekuatan, tidak ada kekuatan tanpa persatuan dan tidak ada persatuan tanpa silaturrahmi.
Sebagai bangsa yang majemuk yang telah menegara, bangsa Indonesia dalam membina dan membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik pada aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan rakyat semestanya, selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah. Untuk itu pembinaan dan dan penyelenmggaraan tata kehidupan bangsa dan negaraIndonesia disususn atas dasara hubungan timbal balik antara falsafah, cita-cita dan tujuan nasional, serta kondisi social budaya dan pengalaman sejarah yang menumbuhkan kesadaran tentangkemajemukan dan kebhinekaannyadengan mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional. Gagasan untuk menjamin persatuan dan kesatuan dalam kebhinnekaan tersebut dikenal dengan Wasantara, singkatan dari Wawasan Nusantara atau disingkat dengan Wanus.
Konsep Wanus ini bertujuan untuk menjaga ketahanan nasioanal dari berbagai bidang yang disingkat dengan IPOLEKSOSBUDHANKAM (Idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan). Di tulisan ini kami tidak membahas semua itu, kami hanya berfokus pada ketahanan aspek politik luar negeri.
Ketahanan pada aspek politik luar negeri bertujuan meningkatkan kerjasama internasional yang saling menguntungkan dan meningkatkan citra positif Indonesia. Kerjasama dilakukan sesuai dengan kemampuan dan demi kepentinga nasional. Perkembangan, perubahan, dan gejolak dunia terus diikuti dan dikaji dengan seksama.memperkecil ketimpangan dan mengurangi ketidakadilan dengan negara industri maju. Mewujudkan tatanan dunia baru dan ketertiban dunia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melindungi kepentingan Indonesia dari kegiatan diplomasi negatif negara lain dan hak-hak WNI di luar negeri perlu ditingkatkan.
Untuk mencapai tujuan di atas Politik Luar Negeri Indonesia tidak diperankan oleh pihak Deplu saja akan tetapi bekerjasama dengan seluruh pihak yang bersangkutan seperti Deplu, Dephan, TNI, Lembaga Kepresidenan, DKN, BIN, Lembaga Sandi Negara, Badan Informasi dan komunikasi Nasional dan Antara.
Kesatuan tidaklah menutup perbedaan pandangan politik
Perbedaan adalah fitrah manusia karena manusia tercipta di alam yang tidak ada yang sama, kesamaan hanyalah sesuai dengan nisbatnya saja, manusia dan hewanpun merupakan sama-sama makhluk Tuhan. Untuk itulah kesatuan politik tidak berarti persamaan politik, kesatuan politik adalah kesatuan tujuan politik yang tidak bertentangan dengan cita-cita bangsa.
kesatuan inilah yang akan mempersatukan seluruh eleman untuk satu kepentingan luhur walaupun berwarna-warni latar belakangnya. jadi, Apapun kajian yang dilakuakan di Mesir, baik kajian politik dunia Islam, kajian Timur Tengah dsb akan tetapi tujuan, misi dan visi harus satu, Jangan sampai kajian dilakukan tidak objektif sehingga menjerumuskan pengkajinya kedalam fanatisme terhadap golongan tertentu, ataupun malah membela negara tertentu seperti Somalia, Iran bahkan gerakan tertentu tanpa tahu kepentingan politik negara masing-masing.
Gaya Politik Luar Negeri Rasulullah saw
Baginda Nabi saw merupakan teladan bagi umatnya, beliau adalah pemilik akhlak mulia yang tiada bandingnya, semua ucapan beliau adalah benar dan bijak dan semua perbuatan beliau tidak ada cacatnya.
Beliau telah meletakkan dasar-dasar politik bagi umatnya, dalam kitab: Al Janib As Siyasi min hayatir Rasul saw (Sisi politik kehidupan Rasul saw) karya Dr. Ahmad Hamd disebutkan bahwa: Baginda Nabi setelah masuk dan mendirikan negara Madinah beliau mengikat orang-orang Yahudi dalam perjanjian. Hal ini menunjukkan bahwa asal politik Nabi saw bukanlah peperangan, peperangan terjadi pada masa Rasul saw adalah guna menjaga diri dari rongrongan luar.
Pada tahun 6 Hijriah, Beliau mengirim beberapa utusan ke penjuru Arab, beliau juga mengirim ke negara-negara Adidaya pada masa itu yaitu kepada Heruclius Kaisar Romawi, begitu juga kepada Kisra, raja Persia, selain kepada An Najasyi penguasa Habsyah. ini merupakan politik diplomasi tinggi dari Rasul saw, jalan damai dan diplomasi inilah yang pertama ditempuh sebelum peperangan. Diplomasi itulah yang menunjukkan adanya pengakuan dari negara-negara Asing.
Bandingkan dengan gaya politik Vom Kriegen dalam bukunya yang berjudul Perang. Ia mengatakan bahwa perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Buat dia perang sah-sah aja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
Baginda Nabi saw juga memimpin langsung setiap serangan dari luar, hal ini menunjukkan bahwa pagar negara merupakan garis merah (Red Line) yang tidak boleh dilewati oleh siapapun.
Semua itu menunjukkan bahwa siasat perang bukanlah langkah pertama yang ditempuh akan tetapi ia merupakan jalur terakhir yang perlu ditempuh. Sungguh dalam Fathu Makkah tidak ada darah setetespun yang jatuh dan semuanya berakhir dengan happy ending.
penutup
Terakhir sebagai penutup, Sebuah kekuatan politik harus berdasarkan prinsip-prinsip kebudayaan yang ada. Politik Indonesiapun harus berdasarkan budaya Indonesia yang berketuhanan dan berperikemanusiaan. Lucian W. Pye dalam bukunya Political Cultural dan Sidney dalam bukunya Political Development mengungkapkan bahwa Kemantapan suatu sistem politik hanya dapat dicapai apabila berakar pada kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan.
Menurut saya, Sudah saatnya kita memperbaiki bangsa dari memperbaiki diri sendiri, Karena pemiliki kebijakan politik adalah manusia yang perlu dibina dan dididik agar mempunyai kepribadian dan etika yang tinggi. Kita tidak perlu membahas bentuk negara baik itu kerajaan, republik, khilafah maupun parlementer. Baik tidaknya semua itu tergantung pada perilaku pelakunya. Jika ia baik dan adil maka ia menjadi raja yang baik, presiden yang baik maupun khalifah yang adil seperti Khulafaur Rasyidin dan Umar bin Abdul Aziz, begitu juga sebaliknya kalau ia buruk ia mirip presiden Hitler, seperti raja ganas bahkan kalaupun ia khalifah ia menjadi seperti Al Hajjaj yang membantai 37 ribu orang-orang muslim. Wallahu A'lam
* Pengamat politik dan sosial Timur Tengah
oleh: Kholil Misbach, Lc*
Pernahkah anda berpikir kenapa Negara kita tidak mengirim bantuan militer ke Palestina? Biar semua masalah Timur Tengah selesai? Atau kenapa Negara kita 'berhubungan mesra' de0ngan AS yang merupakan penyokong utama Israel? Dan banyak sekali pertanyaan yang sering berterbangan di benak kita.
Pertanyaan tersebut memang perlu kita cari jawabannya supaya semuanya tahu hakikat politik Luar Negeri Indonesia, sehingga tidak ada buruk sangka terhadap Negara sendiri.
Politik di semua Negara biasanya berdasarkan kepentingan Negara masing-masing, karena kepentingan itulah tidak pernah ada kawan selamanya maupun musuh selamanya dalam politik. Yang ada hanyalah menjadi kawan ketika ia dibutuhkan dan menjadi lawan ketika saling berseberangan kepentingan.
Tapi bukan politik gaya bebas seperti gaya Machiavelli pemilik buku the Princes abad ke-17 yang dianut oleh Indonesia, bukan pula gaya Napolion , Feurback dan Hegel abad ke-18, bukan juga gaya Jendral Clausewitz dan Lenin. Akan tetapi Indonesia menganut sebuah politik yang berdasarkan norma-norma mulia yang menjadi raison d' etre -nya. Untuk itulah Indonesia tidak akan pernah mendukung Israel bukan karena alasan ras maupun agamanya akan tetapi karena penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Indonesia juga menolak mengirimkan pasukan untuk bergabung dalam pasukan multi-nasional yang dipimpin AS ke Irak dan ke Afghanistan karena memang penjajahan tidak sesuai dengan cita-cita bangsa begitu juga karena Indonesia belum punya tradisi mengirimkan pasukan yang tidak berdasarkan atas keputusan DK PBB.
Adapun jika pengiriman pasukan itu bermisi sebagai Peace Keeping kemudian berdasarkan atas keputusan DK PBB maka Indonesia menyambut baik hal tersebut. Untuk itulah Indonesia mengirim pasukan Garuda ke Libanon bergabung dengan pasukn UNIFIL, ke Kongo, selain juga mengirim aparat kepolisian ke Darfur.
Landasan Politik Luar Negeri adalah Pembukaan UUD ’45, melaksanakan ketertiban dunia, berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dan anti penjajahan karena tidak sesuai dengan kemanusiaan dan keadilan.
Politik Luar Negeri Indonesia adalah bebas dan aktif. Bebas artinya Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Aktif maksudnya Indonesia dalam percaturan internasional tidak bersifat reaktif dan tidak menjadi obyek, tetapi berperan atas dasar cita-citanya
Kesatuan politik dan WANUS
Kenapa diperlukan kesatuan dalam politik luar negeri? Jendral Sudirman panglima TNI pertama di Republik Indonesia pernah mengatakan: Bahwa tidak akan ada kemenangan tanpa kekuatan, tidak ada kekuatan tanpa persatuan dan tidak ada persatuan tanpa silaturrahmi.
Sebagai bangsa yang majemuk yang telah menegara, bangsa Indonesia dalam membina dan membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik pada aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan rakyat semestanya, selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah. Untuk itu pembinaan dan dan penyelenmggaraan tata kehidupan bangsa dan negaraIndonesia disususn atas dasara hubungan timbal balik antara falsafah, cita-cita dan tujuan nasional, serta kondisi social budaya dan pengalaman sejarah yang menumbuhkan kesadaran tentangkemajemukan dan kebhinekaannyadengan mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional. Gagasan untuk menjamin persatuan dan kesatuan dalam kebhinnekaan tersebut dikenal dengan Wasantara, singkatan dari Wawasan Nusantara atau disingkat dengan Wanus.
Konsep Wanus ini bertujuan untuk menjaga ketahanan nasioanal dari berbagai bidang yang disingkat dengan IPOLEKSOSBUDHANKAM (Idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan). Di tulisan ini kami tidak membahas semua itu, kami hanya berfokus pada ketahanan aspek politik luar negeri.
Ketahanan pada aspek politik luar negeri bertujuan meningkatkan kerjasama internasional yang saling menguntungkan dan meningkatkan citra positif Indonesia. Kerjasama dilakukan sesuai dengan kemampuan dan demi kepentinga nasional. Perkembangan, perubahan, dan gejolak dunia terus diikuti dan dikaji dengan seksama.memperkecil ketimpangan dan mengurangi ketidakadilan dengan negara industri maju. Mewujudkan tatanan dunia baru dan ketertiban dunia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melindungi kepentingan Indonesia dari kegiatan diplomasi negatif negara lain dan hak-hak WNI di luar negeri perlu ditingkatkan.
Untuk mencapai tujuan di atas Politik Luar Negeri Indonesia tidak diperankan oleh pihak Deplu saja akan tetapi bekerjasama dengan seluruh pihak yang bersangkutan seperti Deplu, Dephan, TNI, Lembaga Kepresidenan, DKN, BIN, Lembaga Sandi Negara, Badan Informasi dan komunikasi Nasional dan Antara.
Kesatuan tidaklah menutup perbedaan pandangan politik
Perbedaan adalah fitrah manusia karena manusia tercipta di alam yang tidak ada yang sama, kesamaan hanyalah sesuai dengan nisbatnya saja, manusia dan hewanpun merupakan sama-sama makhluk Tuhan. Untuk itulah kesatuan politik tidak berarti persamaan politik, kesatuan politik adalah kesatuan tujuan politik yang tidak bertentangan dengan cita-cita bangsa.
kesatuan inilah yang akan mempersatukan seluruh eleman untuk satu kepentingan luhur walaupun berwarna-warni latar belakangnya. jadi, Apapun kajian yang dilakuakan di Mesir, baik kajian politik dunia Islam, kajian Timur Tengah dsb akan tetapi tujuan, misi dan visi harus satu, Jangan sampai kajian dilakukan tidak objektif sehingga menjerumuskan pengkajinya kedalam fanatisme terhadap golongan tertentu, ataupun malah membela negara tertentu seperti Somalia, Iran bahkan gerakan tertentu tanpa tahu kepentingan politik negara masing-masing.
Gaya Politik Luar Negeri Rasulullah saw
Baginda Nabi saw merupakan teladan bagi umatnya, beliau adalah pemilik akhlak mulia yang tiada bandingnya, semua ucapan beliau adalah benar dan bijak dan semua perbuatan beliau tidak ada cacatnya.
Beliau telah meletakkan dasar-dasar politik bagi umatnya, dalam kitab: Al Janib As Siyasi min hayatir Rasul saw (Sisi politik kehidupan Rasul saw) karya Dr. Ahmad Hamd disebutkan bahwa: Baginda Nabi setelah masuk dan mendirikan negara Madinah beliau mengikat orang-orang Yahudi dalam perjanjian. Hal ini menunjukkan bahwa asal politik Nabi saw bukanlah peperangan, peperangan terjadi pada masa Rasul saw adalah guna menjaga diri dari rongrongan luar.
Pada tahun 6 Hijriah, Beliau mengirim beberapa utusan ke penjuru Arab, beliau juga mengirim ke negara-negara Adidaya pada masa itu yaitu kepada Heruclius Kaisar Romawi, begitu juga kepada Kisra, raja Persia, selain kepada An Najasyi penguasa Habsyah. ini merupakan politik diplomasi tinggi dari Rasul saw, jalan damai dan diplomasi inilah yang pertama ditempuh sebelum peperangan. Diplomasi itulah yang menunjukkan adanya pengakuan dari negara-negara Asing.
Bandingkan dengan gaya politik Vom Kriegen dalam bukunya yang berjudul Perang. Ia mengatakan bahwa perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Buat dia perang sah-sah aja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
Baginda Nabi saw juga memimpin langsung setiap serangan dari luar, hal ini menunjukkan bahwa pagar negara merupakan garis merah (Red Line) yang tidak boleh dilewati oleh siapapun.
Semua itu menunjukkan bahwa siasat perang bukanlah langkah pertama yang ditempuh akan tetapi ia merupakan jalur terakhir yang perlu ditempuh. Sungguh dalam Fathu Makkah tidak ada darah setetespun yang jatuh dan semuanya berakhir dengan happy ending.
penutup
Terakhir sebagai penutup, Sebuah kekuatan politik harus berdasarkan prinsip-prinsip kebudayaan yang ada. Politik Indonesiapun harus berdasarkan budaya Indonesia yang berketuhanan dan berperikemanusiaan. Lucian W. Pye dalam bukunya Political Cultural dan Sidney dalam bukunya Political Development mengungkapkan bahwa Kemantapan suatu sistem politik hanya dapat dicapai apabila berakar pada kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan.
Menurut saya, Sudah saatnya kita memperbaiki bangsa dari memperbaiki diri sendiri, Karena pemiliki kebijakan politik adalah manusia yang perlu dibina dan dididik agar mempunyai kepribadian dan etika yang tinggi. Kita tidak perlu membahas bentuk negara baik itu kerajaan, republik, khilafah maupun parlementer. Baik tidaknya semua itu tergantung pada perilaku pelakunya. Jika ia baik dan adil maka ia menjadi raja yang baik, presiden yang baik maupun khalifah yang adil seperti Khulafaur Rasyidin dan Umar bin Abdul Aziz, begitu juga sebaliknya kalau ia buruk ia mirip presiden Hitler, seperti raja ganas bahkan kalaupun ia khalifah ia menjadi seperti Al Hajjaj yang membantai 37 ribu orang-orang muslim. Wallahu A'lam
* Pengamat politik dan sosial Timur Tengah
Comments
Post a Comment
Silahkan Komentar Yg Positif