Saddu Dzarai’, Relevansi dan sebuah Solusi
Oleh: Kholil Misbach, Lc
Anda munkin pernah mendengar kisah seorang ahli ibadah dari Bani Israel yang terjerumus ke dalam dosa besar? Mula-mula ia hanya memandang seorang perempuan yang menjadi pasiennya, lalu ia mengajak bicara, berzina, membunuh, berbohong dan akhirnya ia harus mati dengan bersujud kepada Iblis.
Itulah kemaksiatan, banyak jalan menuju kemaksiatan (khuthuwat asy Syayathin) yang setiap orang mukmin dilarang mengikutinya. Kemaksiatan sendiri kalau tidak dicegah niscaya akan menjalar kepada kemaksiatan-kemaksiatan yang lainnya. Sebagai contoh perjudian kalau tidak dicegah akan menimbulkan permusuhan, pembunuhan dan melalaikan dari dzikir kepada Allah SWT. Begitu juga perzinaan akan dapat menimbulkan permusuhan bahkan bisa menjadi pembunuhan, berapa banyak janin-janin yang tak berdosa harus tewas karena dosa perzinaan ini.
Untuk itulah para ulama menetapkan kaidah Saddu Dzarai’ sebagai tindakan preventi f untuk mencegah perbuatan dosa walaupun asalnya diperbolehkan. Lalu apa sih Saddu Dzarai’?
Saddu Dzarai’ secara bahasa berasal dari kata Saddu (membendung atau menyekat) dan kata Dzarai’ yang merupakan jamak darikata Dzari’ah yang berarti wasilah atau sarana.
Aadpun definisi Saddu Dzarrai’ adalah mencegah dan menyekat jalan yang menuju kemaksiatan. Jalan yang menuju dosa hukumnya dosa juga. Saddu Dzarai’ ini sudah dijadikan ulama sebagai sumber hukum selain Al Qur`an, Sunnah, Ijmak, dan Qiyas. Ia sebanding dengan Istihsan, Istishhab, Mashalih Mursalah, Urf dan kaidah fikih.
Sumber dari Saddu Dzrarai’ ini adalah Al Qur`an dan Hadits Nabi saw.
Dalam Al Qur’an Allah mencegah kaum muslimin untuk mencaci orang-orang yang menyembah selain Allah karena dikhawatirkan akan membuat mereka mencaci Allah SWT. (lihat Surat al An’am ayat 108)
Allah juga melarang seorang perempuan menggerincingkan gelang-gelang kakinya karena khawatir akan memitnah kaum lelaki. (an Nur ayat 31).
Dan Allah juga melarang perempuan terlalu menundukkan dan melemahkan suaranya sehingga membuat orang-orang yang hatinya sakit menjadi terfitnah. (al Ahzab 32)
Adapun dari Sunnah banyak sekali, di antaranya adalah baginda Nabi saw melarang membunuh kaum Munafik padahal mereka musuh Islam yang paling berbahaya karena dikhawatirkan orang-orang akan mengecam Nabi saw dan mengatakan baginda Nabi saw telah membunuh Sahabatnya sendiri.
Beliau saw juga melarang seseorang membeli sedekahnya sendiri karena khawatir harta yang telah diberikan kepada Allah kembali lagi kepadanya.
Beliau juga melarang seseorang menimbun dan memonopoli harta, sabda beliau artinya: Tidak memonopoli kecuali orang salah. Padahal menyimpan harta sendiri asalnya boleh tapi ia dapat menjadi haram karena bisa menyempitkan kehidupan manusia.
Menurut saya termasuk menimbun harta ini mungkin menimbun dolar, spekulan mata uang asing ketika negara sedan mengalami krisis akut. Begitu juga dengan menimbun BBM ketika masyarakat antri panjang di POM bensin.
Banyak sekali hadits-hadits Shahih yang mengharamkan perkara-perkara yang asalnya diperbolehkan karena dikhawatirkan akan menyebabkan mafsadah dan madzarrat. Muhammad Abu Zahrah membagi perbuatan yang menuju mafsadah ini menjadi empat jenisnya.
Pertama; Perbuatan yang menyebabkan mafsadah secara pasti (qath’iy). Hal ini seperti menggali sumur di pinggir jalan raya, maka hukumnya haram dan terlarang menurut ijmak kaum muslimin.
Kedua; Perbuatan yang menyebabkan mafsadah akan tetapi jarang-jarang terjadinya (nadir).
Seperti menanam anggur, buah anggur bisa dijadikan minuman keras juga. Akan tetapi menanam, menjual dan mengkonsumsi anggur diperbolehkan walaupun bisa dijadikan minuman keras akan tetapi manfaatnya jauh lebih besar daripada madzaratnya.
Ketiga; Perbuatan yang menyebabkan mafsadah menurut dugaan dan prediksi yang kuat (Ghalabat ad Dzann). Hukum dari perbuatan ini haram juga karena dapat membahayakan menurut dugaan secara kuat. Seperti menjual senjata di masa fitnah, hal ini diharamkan karena akan menambah fitnah menjadi semakin besar.
Keempat: Perbuatan yang menyebabkan mafsadah lebih besar kemungkinannya. Seperti jual beli yang bisa menyebabkan riba dengan membayar uang muka sedikit saja. Hukum jenis keempat ini diperbolehkan menurut Abu Hanifah dan imam Syafi’i . adapun imam Malik dan imam Ahma menyatakan perbuatan itu haram hukumnya.
Demikianlah Saddu Dzara’i ia asalnya boleh lalu diharamkan karena menjaga dari perbuatan maksiat. Apa yang diharamkan karena saddu Dzarai’ diperbolehkan ketika diperlukan dan jauh dari akibat-akibat kemaksiatan. Untuk itulah kita membaca bahwa ulama membagi hukum nikah yang menjadi sunnah Nabi saw menjadi lima hukum. Nikah bisa haram kalau didalamnya ada niat mendzalimi dan merusak salah satu pihak.
Terakhir dengan mengaplikasikan Saddu Dzarai’ seseorang akan menuai banyak hikmah di antaranya ia akan menjadi orang wara’ yang menjaga diri dari hal-hal yang menyebabkan kemaksiatan walaupun perbuatan itu asalnya mubah. Dengan Saddu Dzara’i kemaksiatan tidak akan menjalar kemana-mana.
Untuk itulah segala jenis kegiatan yang dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan, kemaksiatan dan kegiatan makar perlu dicegah. Bisnis remang-remang, diskotik, tempat-tempat penimbunan barang dan kegiatan yang mengganggu integritas NKRI perlu dimonitor dengan seksama guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Wallahu A’lam
Oleh: Kholil Misbach, Lc
Anda munkin pernah mendengar kisah seorang ahli ibadah dari Bani Israel yang terjerumus ke dalam dosa besar? Mula-mula ia hanya memandang seorang perempuan yang menjadi pasiennya, lalu ia mengajak bicara, berzina, membunuh, berbohong dan akhirnya ia harus mati dengan bersujud kepada Iblis.
Itulah kemaksiatan, banyak jalan menuju kemaksiatan (khuthuwat asy Syayathin) yang setiap orang mukmin dilarang mengikutinya. Kemaksiatan sendiri kalau tidak dicegah niscaya akan menjalar kepada kemaksiatan-kemaksiatan yang lainnya. Sebagai contoh perjudian kalau tidak dicegah akan menimbulkan permusuhan, pembunuhan dan melalaikan dari dzikir kepada Allah SWT. Begitu juga perzinaan akan dapat menimbulkan permusuhan bahkan bisa menjadi pembunuhan, berapa banyak janin-janin yang tak berdosa harus tewas karena dosa perzinaan ini.
Untuk itulah para ulama menetapkan kaidah Saddu Dzarai’ sebagai tindakan preventi f untuk mencegah perbuatan dosa walaupun asalnya diperbolehkan. Lalu apa sih Saddu Dzarai’?
Saddu Dzarai’ secara bahasa berasal dari kata Saddu (membendung atau menyekat) dan kata Dzarai’ yang merupakan jamak darikata Dzari’ah yang berarti wasilah atau sarana.
Aadpun definisi Saddu Dzarrai’ adalah mencegah dan menyekat jalan yang menuju kemaksiatan. Jalan yang menuju dosa hukumnya dosa juga. Saddu Dzarai’ ini sudah dijadikan ulama sebagai sumber hukum selain Al Qur`an, Sunnah, Ijmak, dan Qiyas. Ia sebanding dengan Istihsan, Istishhab, Mashalih Mursalah, Urf dan kaidah fikih.
Sumber dari Saddu Dzrarai’ ini adalah Al Qur`an dan Hadits Nabi saw.
Dalam Al Qur’an Allah mencegah kaum muslimin untuk mencaci orang-orang yang menyembah selain Allah karena dikhawatirkan akan membuat mereka mencaci Allah SWT. (lihat Surat al An’am ayat 108)
Allah juga melarang seorang perempuan menggerincingkan gelang-gelang kakinya karena khawatir akan memitnah kaum lelaki. (an Nur ayat 31).
Dan Allah juga melarang perempuan terlalu menundukkan dan melemahkan suaranya sehingga membuat orang-orang yang hatinya sakit menjadi terfitnah. (al Ahzab 32)
Adapun dari Sunnah banyak sekali, di antaranya adalah baginda Nabi saw melarang membunuh kaum Munafik padahal mereka musuh Islam yang paling berbahaya karena dikhawatirkan orang-orang akan mengecam Nabi saw dan mengatakan baginda Nabi saw telah membunuh Sahabatnya sendiri.
Beliau saw juga melarang seseorang membeli sedekahnya sendiri karena khawatir harta yang telah diberikan kepada Allah kembali lagi kepadanya.
Beliau juga melarang seseorang menimbun dan memonopoli harta, sabda beliau artinya: Tidak memonopoli kecuali orang salah. Padahal menyimpan harta sendiri asalnya boleh tapi ia dapat menjadi haram karena bisa menyempitkan kehidupan manusia.
Menurut saya termasuk menimbun harta ini mungkin menimbun dolar, spekulan mata uang asing ketika negara sedan mengalami krisis akut. Begitu juga dengan menimbun BBM ketika masyarakat antri panjang di POM bensin.
Banyak sekali hadits-hadits Shahih yang mengharamkan perkara-perkara yang asalnya diperbolehkan karena dikhawatirkan akan menyebabkan mafsadah dan madzarrat. Muhammad Abu Zahrah membagi perbuatan yang menuju mafsadah ini menjadi empat jenisnya.
Pertama; Perbuatan yang menyebabkan mafsadah secara pasti (qath’iy). Hal ini seperti menggali sumur di pinggir jalan raya, maka hukumnya haram dan terlarang menurut ijmak kaum muslimin.
Kedua; Perbuatan yang menyebabkan mafsadah akan tetapi jarang-jarang terjadinya (nadir).
Seperti menanam anggur, buah anggur bisa dijadikan minuman keras juga. Akan tetapi menanam, menjual dan mengkonsumsi anggur diperbolehkan walaupun bisa dijadikan minuman keras akan tetapi manfaatnya jauh lebih besar daripada madzaratnya.
Ketiga; Perbuatan yang menyebabkan mafsadah menurut dugaan dan prediksi yang kuat (Ghalabat ad Dzann). Hukum dari perbuatan ini haram juga karena dapat membahayakan menurut dugaan secara kuat. Seperti menjual senjata di masa fitnah, hal ini diharamkan karena akan menambah fitnah menjadi semakin besar.
Keempat: Perbuatan yang menyebabkan mafsadah lebih besar kemungkinannya. Seperti jual beli yang bisa menyebabkan riba dengan membayar uang muka sedikit saja. Hukum jenis keempat ini diperbolehkan menurut Abu Hanifah dan imam Syafi’i . adapun imam Malik dan imam Ahma menyatakan perbuatan itu haram hukumnya.
Demikianlah Saddu Dzara’i ia asalnya boleh lalu diharamkan karena menjaga dari perbuatan maksiat. Apa yang diharamkan karena saddu Dzarai’ diperbolehkan ketika diperlukan dan jauh dari akibat-akibat kemaksiatan. Untuk itulah kita membaca bahwa ulama membagi hukum nikah yang menjadi sunnah Nabi saw menjadi lima hukum. Nikah bisa haram kalau didalamnya ada niat mendzalimi dan merusak salah satu pihak.
Terakhir dengan mengaplikasikan Saddu Dzarai’ seseorang akan menuai banyak hikmah di antaranya ia akan menjadi orang wara’ yang menjaga diri dari hal-hal yang menyebabkan kemaksiatan walaupun perbuatan itu asalnya mubah. Dengan Saddu Dzara’i kemaksiatan tidak akan menjalar kemana-mana.
Untuk itulah segala jenis kegiatan yang dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan, kemaksiatan dan kegiatan makar perlu dicegah. Bisnis remang-remang, diskotik, tempat-tempat penimbunan barang dan kegiatan yang mengganggu integritas NKRI perlu dimonitor dengan seksama guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Wallahu A’lam
Comments
Post a Comment
Silahkan Komentar Yg Positif